Nyoba Baca

Rabu, 29 September 2010

Katanya, Peradaban Boleh Sama, tapi Kebudayaan Belum Tentu..

Perkataan salah seorang dosenku di salah satu kuliahnya kembali terngiang saat Aku naik di kereta ekpress pagi itu. Klo tidak salah garis besarnya seperti ini: "Peradaban boleh sama, tapi jika kebudayaannya berbeda akan berbeda pula hasilnya. Peradaban hanya menyangkut alat-alat teknologi, tetapi kebudayaan menyangkut aspek yang lebih luas, baik itu cara pandang dan cara berpikir, maupun sikap dan tingkah-laku masyarakatnya".

Pagi itu Aku dan beberapa teman berencana menemui
seorang guru kami di masa Sma di kota Bgr sehingga mengharuskan kami naik kereta. Kami memutuskan naik kereta ekspress yang harga tiketnya paling mahal di antara kereta-kereta yang lain. Ini pengalaman pertama buatku menaiki kereta semacam ini.
Setiap kali ke kampus, Aku pasti melewati stasiun ini dan tentu melihat berbagai kereta lalu lalang di depanku. Namun baru kali ini Aku benar-benar menyempatkan diri untuk memperhatikan dengan seksama kereta yang kami naiki ini. Hmm.. pasti ini adalah salah satu kereta hibah dari pemerintah Jpg. Kata 'hibah' sebenarnya menurutku sangat halus karena kata yang lebih tepat adalah 'buangan'. Kereta ini pasti kereta yang sudah dianggap tidak layak di negara asalnya dan butuh diremajakan dengan kereta-kereta baru bermesin teknologi terbaru pula. Kereta-kereta 'sampah' seperti ini jika tidak dipergunakan lagi akan menjadi masalah baru di negaranya. Kereta yang bagaikan ular besi raksasa membutuhkan tempat pembuangan yang besar dan kalaupun ingin didaur ulang, mungkin akan butuh lebih banyak biaya dibanding keuntungan yang didapatkan. Oleh karena itu, kereta-kereta seperti ini, yang memang masih layak pakai, lalu disumbangkan ke negara-negara yang lebih miskin dan membutuhkan termasuk Ind. Yang sedikit memprihatinkan bahwa di negara asalnya, kereta semacam ini dianggap tidak bernilai lagi, namun di sini justru menjadi kereta terbaik dengan harga tiket termahal. Sangat memalukan memang, namun itulah kondisi saat ini. Kereta-kereta yang lain yang lebih dulu ada di Ind kondisinya justru lebih memprihatinkan. Mungkin dikarenakan biaya operasional yang kurang sehingga kondisi kereta secara fisik penuh kerusakan di sana-sini. Perilaku pengguna jasa kereta yang samasekali tidak bertanggung jawab juga menjadi faktor utama kerusakan kereta.

Sebelum naik kereta, Aku sempat  melihat bahwa di bagian depan atas kereta, masih tertempel nama tempat di Jpg yang sepertinya merupakan kota tujuan kereta ini saat masih dioperasikan di negaranya. Di dalam kereta juga banyak hal menarik yang Aku lihat. Pada dasarnya tidak ada perubahan berarti yang terjadi pada kereta ini. Kursi-kursi masih dibiarkan apa adanya, beberapa stiker yang bertuliskan instruksi dalam bahasa Jpg juga masih belum dilepas. Yang sedikit berbeda adalah adanya kipas angin di tengah-tengah plafon atas yang memberikan kesejukan dan kenyamanan bagi penumpang kereta ini dibandingkan dengan kereta ekonomi atau KRL misalnya. Kipas angin ini tentu baru dipasang setibanya di Ind karena di negara asalnya sendiri, kereta ini dilengkapi dengan pendingin yang difungsikan di musim panas, dan pemanas (salah satunya berada di bagian bawah kursi penumpang. Masih utuh hingga sekarang) yang berfungsi menghangatkan penumpang pada musim dingin.

Jika ada kamera, tentu akan sangat menarik mengabadikan situasi di dalam kereta saat itu. Dengan sudut pengambilan gambar yang berbeda, akan dihasilkan gambar yang sangat berbeda pula. Misalnya, jika foto diambil mengarah ke lorong kereta dengan memasukkan kepala penumpang hingga langit-langit kereta, maka sepintas orang bisa mengira bahwa kereta ini adalah kereta yang sedang beroperasi di Jpg. Namun, jika sudut pengambilan gambar sedikit diturunkan dengan memasukkan lantai kereta hingga bagian atas kepala para penumpang, maka akan segera ketahuan bahwa ini adalah kereta di Ind. Bagaimana bisa demikian?

Pada bagian atas kereta tidak begitu banyak perubahan yang terjadi, dengan mengesampingkan keberadaan kipas angin tentunya. Namun jika kita melihat ke bagian bawah, akan terlihat pemandangan yang umum ada di tranportasi umum di Ind; orang-orang yang berdiri bergerombol, duduk seenaknya, anak-anak muda yang asyik ngobrol di tepon hpnya, ibu-ibu yang duduk memangku anaknya sampil bergosip dengan orang yang duduk di sampingnya, dan bapak-bapak yang membawa tentengan tas dan barang yang besar. Pemandangan ini berbeda sekali dengan yang biasa dijumpai di Jpg. Individualisme yang ada membuat masing-masing orang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Bapak-bapak berjas yang membaca koran (yang sengaja dilipat kecil agar tidak mengganggu orang yang berada di sekitarnya) atau buku, anak-anak muda yang sibuk dengan hp ataupun gamenya (tidak ada larangan tertulis tentang menelpon di kereta, namun Aku belum pernah melihat orang Jpg yang berbicara di telpon di atas kereta. Hp maupun game semua di-silent ). Aku pun jarang sekali mendapati anak kecil di dalam kereta. Mungkin mereka takut anak kecil akan menangis atau ribut di kereta sehingga akan mengganggu kenyamanan orang lain. Semua pada umumnya tampak tertib dan teratur.

Itulah, peradaban dalam hal ini kereta sama, namun jika ditempatkan di lingkungan masyarakat yang tingkat budayanya berbeda, maka akan berbeda pula hasilnya.
Oleh karena itu, kepada salah seorang temanku yang katanya sangat ingin mendapat kesempatan berkunjung ke Jpg dan berfoto dengan suasana Jpg, Aku katakan bahwa tidak ada salahnya dia mencoba berfoto di kereta ekpres seperti ini. Dia dapat mengambil sudut-sudut tertentu seperti misalnya pintu maupun lorong kereta dan berfoto di situ. Yang perlu dia perhatikan hanya sebaiknya dia berfoto pada saat kereta sedang sepi alias jarang penumpang. Aku yakin dia akan mendapatkan foto yang sepintas lalu seperti di Jpg seperti yang diinginkannya.

-Selesai-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar