Jumat, 06 Mei 2011

Saat rasa perih itu datang, mata terasa panas, dada pun bergolak seakan kan meledak melepaskan uap mendidih kekesalan, amarah, sekaligus kesedihan. Seperti ombak yang sedang pasang yang butuh kapal kecil di lautan ataupun pasir di pantai untuk dihempaskan agar gelombangnya mereda. Tapi apakah memang rasa itu harus diredam dengan tindakan lain yang tidak lebih dari sekedar pelampiasan? Ataukah justru sebaiknya panas itu didinginkan dengan membiarkan waktu berjalan barang sejenak sehingga partikel-partikel panasnya lepas ke udara?

Di sinilah kematangan
emosi seseorang bisa dinilai. Ketika dihadapkan pada situasi sulit dan mengundang emosi, seorang yang memiliki kematangan emosi yang cukup tidak akan langsung mengambil tindakan radikal. Yang pertama dipikirkannya adalah sebab-akibat. Mengapa? Mengapa si A bisa berbuat demikian? Apa latar belakangnya? Pasti ada alasan logis maupun tidak di balik semua tindakan A. Setelah itu, dia akan mulai memikirkan tindakan yang harus dilakukannya menanggapi situasi tersebut. Bagaimana bentuk reaksi yang sebaiknya dilakukannya? Apa kira-kira akibat yang akan ditimbulkan oleh tindakannya tersebut? Positifkah? Negatifkah? Setelah berpikir dan menganalisa situasi sejenak, barulah dia mulai bertindak.

Jika dipertanyakan bagaimana caranya untuk menjadi seseorang yang tenang dalam menghadapi berbagai persoalan di dalam hidup ini? Salah satu jawaban terbaiknya adalah pengalaman. Pengalaman berkaitan erat dengan masalah waktu. Semakin lama hidup seseorang, semakin waktu mempunyai banyak kesempatan untuk menempanya dengan bermacam-macam emosi dan perasaan. Hal yang demikian itu membuat hati, pikiran dan perasaan menjadi lebih kuat sehingga tidak mudah terhanyut oleh emosi sesaat. Waktu juga mengajarkan pengalaman hidup dalam menghadapi berbagai persoalan: Misalnya, persoalan A, biasanya jika ditanggapi dengan tindakan z, hasilnya akan negatif, tetapi jika ditanggapi dengan tindakan y, hasilnya akan positif. Sebaliknya, persoalan B harus ditanggapi dengan tindakan z, karena jika tindakan y yang diambil, hasilnya justru akan negatif. Demikian seterusnya.

Amarah maupun kesedihan itu juga seperti badai. Datang tiba-tiba, mengamuk dan menghancurkan semua yang ada di hadapannya, kemudian pergi menghilang secepat dia datang. Lalu, yang tersisa hanyalah puing-puing kehancuran.. Sebuah tindakan yang sembrono tanpa pikir panjang, bisa jadi akan menghasilkan penyesalan berkepanjangan.
Nah, yang menjadi masalah sekarang adalah Anda termasuk golongan yang mana? Cepat bertindak berdasarkan naluri semata, ataukah Andalah sang malaikat penyabar yang senantiasa tenang dalam menghadapi masalah yang paling pelik sekalipun? Sejauh mana waktu dan pengalaman telah menempa hati, pikiran dan perasaan Anda?
Yang sebaiknya selalu dicamkan dalam hati adalah, badai pasti berlalu. Sehebat apapun gelombang emosi itu meluluh lantakkan perasaan Anda, pasti akan ada akhirnya juga. Yakinlah, bahwa masa yang tenang akan tiba jua. Di saat itu, hanya orang-orang yang berhasil sabar dan mengontrol emosinya yang akan berdiri tegak dengan bangga. Sementara, orang-orang yang tidak mampu meredam gelombang amarah ataupun kesedihannya dan kemudian melampiaskannya pada pasir pantai tak berdosa, tidak akan mampu berdiri tegak. Mengapa, karena dia harus bersiap-siap mengahadapi gelombang baru yang datang dan mungkin lebih dahsyat dari sebelumnya karena tindakan sembrono dan sia-sia yang telah diambilnya.

Aku sendiri masuk ke dalam golongan mana? Hmm.. Sepertinya aku harus jujur berkata bahwa hingga saat ini aku masih masuk ke dalam golongan orang yang belum bisa mengontrol emosi dan perasaan. Penyesalan masih saja datang terlambat. Aku hanya bisa berharap semoga waktu akan menempaku menjadi orang yang labih baik lagi. Itu saja.

"Sabar... Sabar... Sabar!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar