Selasa, 22 November 2011

Aku, Kami dan Mereka

"Orang-orang asing itu lagi!" Gerutuku dalam hati. Salah seorang di antara mereka berjalan ke arahku dan daganganku, dan.. melintas begitu saja tanpa sedikitpun tampak tertarik pada beragam barang-barang antik yang kugelar di depanku.

Kurapatkan jaket kulit tua kesayanganku. Menurut ramalan, cuaca hari ini akan cukup dingin dan berangin meskipun tidak akan turun hujan seperti kemarin. Kulirik termos kopi yang kuletakkan di dekat kakiku. Untung saja tadi pagi aku sempat mengisinya dengan kopi panas. Hmm.. Nanti saja lah aku minum.
Kucoba menata kembali kamera tua yang sengaja kuletakkan di bagian depan. Seorang anak kecil tadi sempat datang dan membuatkan susunannya berantakan. Sebuah kendi tua di sudut tikar juga posisinya agak miring. Setelah kupastikan semua rapi aku kembali ke kursiku menanti pembeli.

Aku ingat rumah yang tadi kutinggalkan dalam keadaan berantakan. Apa boleh buat.. Aku harus mengangkut barang-barang antikku ke truk. Setelah itu aku juga menyiapkan setas baju ganti Kimiko untuk kubawa sore ini. Kyosuke dulu sering sekali ikut membantuku dan Kimiko setiap kali ada fleamarket seperti ini. "Irasshaimase~!", teriaknya menirukan suara neneknya.

"Ojiisan, sore ikura? (Kek, itu berapa?)". Seorang pria muda mendekat dan menatap tripod tua di depannya. 
"1500 yen kok. Murah ya. Aku baru menerimanya dari seorang kenalan kemarin lho..".
"Tolong bungkus ya", ucapnya setelah mengamati tripod itu dengan seksama.
"Arigatoo gozaimasu". Ah, syukurlah.. Pagi-pagi seperti ini biasanya agak susah mendapatkan pembeli. Segera kumasukkan 2 lembar seribuan dari pria itu ke dalam tas pinggangku lalu kuberikan logam 500 yen dan tripod yang telah kubungkus kepadanya. 
.
Tidak bisa kutahan godaan untuk mencicipi sedikit kopi panas ini. Aaah, kuhirup kuat-kuat aromanya sebelum kuteguk sedikit. Cepat-cepat kututup kembali agar udara dingin tidak masuk. Hanya kopi ini dan 2 kepal onigiri yang kupunya untuk siang ini. Suara cempreng bocah di seberangku kembali mengingatkanku pada Kyosuke. Dia cucuku satu-satunya. Sejak kecil dia telah tinggal bersama kami sejak berumur 2 tahun. Ibunya, Megumi, menitipkannya 18 tahun silam dan setelah itu pergi entah kemana. 5 tahun lalu seorang kenalan memberitahukan kami bahwa Megumi masih hidup dan tinggal di daerah Urawa. Meskipun begitu, sepertinya hidupnya tidak begitu sejahtera. 2-3 tahun pertama kepergiannya, kadang-kadang dia mengirimkan uang untuk Kyosuke. Tidak begitu teratur memang. Kadang-kadang dia juga masih menelpon menanyakan kabar putranya meski tidak sekalipun dia kembali ke kota ini. Aku sendiri tidak begitu peduli dia masih hidup atau tidak. 

Aku masih ingat ketika suatu hari dia tiba-tiba memberitahuku tentang hubungannya dengan Ichiro. Aku tidak suka dengan anak itu. Gayanya yang kurang ajar dan tanpa pekerjaan tetap membuatku tidak pernah merestui hubungan mereka. Demikian pula kubiarkan saja ketika Megumi memutuskan untuk mengikuti Ichiro yang bermaksud mengadu nasib ke Osaka di kala itu. Aku memang telah merelakan putriku itu. Karena itulah, ketika akhirnya Megumi kembali ke rumah dengan membawa Kyosuke dan bermaksud menitipkan sementara kepadaku dan Kimiko, aku tidak berkata apa-apa. Tidak pula kutanya apa yang terjadi dengan Ichiro, ataupun akan kemana Megumi. Kubiarkan saja Megumi sesukanya.
"Sumimasen, kore wa ikura desuka (maaf, ini berapa)?". Tiba-tiba terdengar suara dengan logat yang asing. Ah, salah satu dari orang asing itu lagi..
"500yen".
"Un.. Tolong.." ucapnya lagi dengan menggerakkan tangannya dari atas ke bawah 2-3 kali.
"Jaa, 300 yen ya. Tidak bisa kurang lagi lho. Bagaimana?"
"Atode..

~lanjuuuut...........~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar