Senin, 20 Juni 2011

Berkah Sekotak Kopi Blend

 Pagi ini aku kembali bangun kesiangan. Alarm yang mengingatkanku untuk membuang sampah (hari ini hari sampah yang bisa dibakar-Moerugomi) tidak kugubris. Jumat minggu lalu pun aku lupa membuang sampah seperti itu sehingga bisa dipastikan berandaku akan kembali penuh dengan sampah dapur yang sedikit bau dan mengundang lalat-lalat kecil meski terbungkus rapi dalam kantung plastik. Untung saja ingatan akan kuliah di jam pertama membuatku segera bangun dan merapikan kamar. Untuk sarapan aku hanya sempat menghabiskan seporsi pudding nanas yang masih tersisa di kulkas sambil menonton drama bersambung kesukaanku yang mulai tepat di jam 08.00 pagi. Di hari lain saat masih
ada waktu yang cukup sebelum kuliah dimulai, aku memilih untuk melewatkan drama di sesi pagi dan berjalan kaki ke kampus.  Biasanya agak siang  setelah kuliah, aku kembali ke asrama lagi untuk menonton drama sesi siang (drama pagi bersambung Nhk setiap hari ditayangkan 2 kali). Tetapi, di hari ini sepertinya aku akan naik sepeda saja untuk menghemat waktu. Begitu drama selesai pukul 08.15, aku langsung bergegas beres-beres dan berangkat. Waktu yang tersisa tidak lebih dari 13 menit sedangkan asrama-kampus jika ditempuh dengan sepeda agak ngebut butuh waktu paling cepat 10 menit. Itu belum termasuk jarak kamar-tempat parkir sepeda di asrama dan parkir sepeda kampus-ruang kelas.. Pagi yang cukup memacu andrenalin, hehe..

Syukurlah bisa tiba di kelas tepat waktu. Dosen mata kuliah ini adalah dosen paling senior di jurusan sehingga aku selalu berusaha menjaga agar jangan sampai terlambat masuk di kelasnya. Tidak seperti di Indonesia di mana jika mahasiswa terlambat masuk ke kelas ada kemungkinan dosen akan marah bahkan tidak memperbolehkannya masuk kelas. Di sini, biasanya dosen akan mengabaikan saja keterlambatan itu. Sensei Barat (nama dosenku) juga demikian. Hanya saja kadang jika keterlambatan itu dianggap keterlaluan, Beliau akan sedikit menyindir (itupun dengan sangat halus) mahasiswa yang bersangkutan. 
"Eh, itu yang terlambat, sekarang jam berapa?", tanya dosen tanpa ekspresi marah.
"Maaf.." jawab si mahasiswa sambil sedikit membungkuk yang lalu duduk dengan santai.
Bisa kubayangkan jika aku juga secuek ini di kelas kepada mahasiswa yang terlambat datang. Bisa-bisa lebih dari setengah kelas akan datang terlambat. Yapparidane.. 

Kuliah hari ini agak sulit kuikuti. Mungkin karena materinya menyangkut teka-teki dan permainan kata dalam puisi sastra jaman dulu. Puisinya saja sudah sulit kumengerti, apalagi jika ada permainan kata-kata di dalamnya. Sisi lucu menurut Sensei samasekali tidak bisa kupahami. Untuk bisa memahami hal-hal seperti itu ada beberapa hal yang mesti benar-benar diketahui sebelumnya yaitu; aspek bahasa (arti dan makna) dan juga budaya. Kuliah-kuliah sebelumnya yang lebih membahas makna puisi di jaman modern sepertinya jauh lebih masuk akal buatku. Ini membuatku kembali sadar bahwa kemampuan bahasa dan pemahamanku tentang sastra Jepang masih sangat kurang. Hmm.. Kuliah yang berlangsung satu stengah jam akhirnya hanya kulalui dengan rasa kantuk yang luar biasa. Begitu kuliah selesai aku langsung menuju ke kantin.

Salah satu tantangan terbesar hidup di negara non-muslim adalah masalah makanan. Itu pula yang kami alami di sini. Hampir di setiap makanan pada dasarnya mengandung unsur yang tidak halal. Misalnya unsur minyak (biasanya memakai minyak hewani) di gorengan, mirin (sake atau alkohol) di berbagai masakan, esens sapi atau ayam (mie dan kaldu), shortening (roti dan olahan sejenisnya) dan emulsifier atau pengembang (ini pun juga biasanya hewani). Jadi bukan hanya daging babi dan alkohol yang sebenarnya haram dikonsumsi oleh muslim, tetapi daging sapi dan ayam serta berbagai unsur dari kesemuanya.

Aku ingat 4 tahun lalu ketika berkesempatan mengikuti pelatihan pengajar bahasa Jepang di Saitama. Saat itu pengetahuanku tentang makanan yang halal dan haram di Jepang sangat terbatas. Aku hanya pantang makan babi dan alkohol. Saat itu, selain Sabtu dan Minggu, disediakan makanan bagi para peserta di kantin.  Ketika itu aku jadi tahu bagaimana bangsa Jepang sangat menghargai setiap individu termasuk kami yang muslim. Di daftar menu tiap harinya pasti disediakan makanan yang halal (menurut mereka). Misalnya ayam goreng, tongseng kambing (setidaknya rasanya agak mirip), dll. Di bagian sisi tiap menu halal tercantum label "Halal" dalam huruf Arab berwarna merah. Yang menjadi masalah adalah ; Yang halal kan dagingnya.. Tetapi apakah minyak yang dipakai untuk menggorengnya bukan minyak babi? Seandainyapun minyak yang digunakan adalah minyak nabati (tumbuhan), apakah minyak tersebut sebelumnya tidak dipakai untuk menggoreng daging babi? Apakah alat-alat masak yang digunakan benar-benar bersih dari unsur haram? Apakah sang koki tidak memakai sake sebagai bumbu pelengkap saat memasaknya? Sepertinya pemahaman orang Jepang mengenai halal-haram tidak sedalam itu. Padahal kategori halal kan sebenarnya sangat luas sekali...
"Yang penting baca bismillahnya yang kenceng sebelum makan!", kata temanku setiap ada yang mulai mempermasalahkan hal tersebut.
"Apalin kanji babi dan alkohol ajalah.. Selebihnya wallahualam..", kata yang lain.
Seperti itulah gambaran kehidupanku dan teman-teman selama pelatihan. Memang tidak banyak pilihan bagi kami karena tinggal di lingkup asrama yang tertutup dan perlengkapan masak yang sangat minim. Pihak JF sebenarnya menyediakan ruang dapur yang lengkap dengan peralatan masaknya. Tetapi, kendala jadwal kuliah yang padat membuat samasekali tidak terpikir untuk memasak makanan sendiri selain di hari Sabtu-Minggu. Bukan cuma itu, dapur tersebut dipakai bersama oleh orang dari berbagai negara sehingga sama sekali tidak ada yang menjamin alat-alat masak yang ada bersih dari unsur yang haram.

Nah, kondisi yang kualami saat ini berbeda dengan 4 tahun yang lalu. Di sini aku tinggal di asrama yang dilengkapi dengan mini kitchen. Alat-alat dapurku sendiri bisa dikatakan cukup lengkap. Setidaknya, aku bisa membuat menu lengkap setiap harinya. Selain itu, teman-teman Indonesia yang tinggal di kota Cinta ini juga bisa dibilang sangat disiplin soal makanan. Di tempat kami biasa shalat berjamaah di kampus terpampang daftar makanan yang halal dan haram. Jika ingin makan daging sapi atau ayam beserta olahannya pun kami bisa mendapatkannya dengan mudah di Micc (Komunitas Muslim Matsuyama). Micc bisa dibilang sebuah mini koperasi yang dikelola bersama. Bumbu-bumbu Indonesia misalnya kecap dan sambal merek Abe, krupuk udang, termasuk Indomie juga tersedia di sana. Bahkan kami dapat memesan bumbu-bumbu yang mungkin tidak bisa ditemui di Jepang seperti sereh dll.
Jadi tidak ada alasan sebenarnya untuk masih makan makanan yang tidak halal, setidaknya begitu pikirku di awal kedatangan di sini. Setelah membaca daftar makanan yang haram dan hasil obrolan dengan teman-teman, ternyata masih sangat sulit bagi kami lepas dari unsur tersebut. Di Jepang, alkohol dan unsur dari babi benar-benar dipakai secara luas, baik dalam makanan maupun kosmetik (???). Jadi bukan cuma kanji babi dan sake yang bisa menandakan bahwa makanan itu halal atau haram, tetapi banyak sekali unsur-unsur olahan dari keduanya. Misalnya alkohol dalam mirin, brendy, wine. Unsur babi dalam emulsifier (nyuukasai), shortening, zerachin, dll.

Apa saja contoh makanan yang sepertinya halal tapi sebenarnya haram? Minuman-minuman kaleng yang biasa dibeli di supermarket dan vending machine (biasa ada unsur alkohol atau emulsifier), segala jenis tepung-tepungan termasuk tepung roti/panir (biasa ada shortening), yogurt dan susu segar (harus pilih yang 100% susu asli jika ingin aman), es krim dan produk makanan beku, dll.

Untungnya, akhir-akhir ini telah ada beberapa produk makanan yang menjadi halal untuk dikonsumsi oleh orang Muslim. Misalnya produk gorengan yang tadinya memakai minyak hewani sekarang menjadi nabati, es krim yang mulai memakai emulsifier nabati, dsb. Hanya saja jumlahnya masih sangat minoritas di antara  jutaan produk makanan di Jepang. Jika kita tidak benar-benar jeli membaca ingredients yang tercantum dengan detail di tiap produk, maka bisa dipastikan produk yang mengandung unsur haram akan ikut dibeli. Salah seorang teman yang memiliki putra di sini pernah bercerita bagaimana dirinya merasa kasihan kepada anaknya setiap kali mereka mengunjungi supermarket untuk berbelanja. Supermarket Jepang benar-benar memanjakan mata dengan menyediakan beragam produk makanan dan minuman yang dikemas dengan sangat cantik dan menggoda kita untuk membelinya. Kebiasaan di Indonesia yang ketika mengunjungi supermarket anak-anak dengan leluasa mengambil coklat atau es krim di rak supermarket tanpa harus memikirkan halal atau haramnya, rupanya terbawa hingga ke Jepang. Selain itu juga kebiasaan jajan di  restoran fast food misalnya Mc.C ataupun Starback tidak bisa lagi dilakukan dengan bebas di Jepang.

Lalu, bagaimana jika ingin mendapatkan informasi tentang produk yang halal di Jepang?
Selain bisa langsung bertanya ke teman-teman yang telah lebih dulu ada di sini, kami biasa mengakses sebuah situs,
http://junjungbuih.multiply.com/
Situs ini dibuat oleh seorang ibu bernama Seriyawati yang telah tinggal bertahun-tahun di Jepang. Di situsnya biasanya dia meng-upload produk-produk makanan yang kebetulan ditemuinya secara langsung. Setiap menemukan produk makanan yang tidak jelas halal dan haramnya, dia langsung menelpon ke call center perusahaan yang tertera di tiap produk untuk memastikan bahan pembuat produk tersebut. Situs ini sejak bertahun-tahun menjadi panduan bagi banyak sekali muslim Indonesia yang tinggal di Jepang ketika akan berbelanja makanan dan minuman. Hanya saja, ibu Seriyawati sendiri menekankan bahwa dia hanya mampu menetapkan suatu produk halal atau haram berdasarkan ingredient atau bahan-bahannya dengan diperkuat hasil konfirmasi langsung ke produsennya. Mengenai apakah alat-alat yang dipergunakan dalam proses pembuatannya benar-benar bersih dari unsur haram dan apakah ada kontroversi atau tidak, ibu Seriyawati menyerahkan sepenuhnya kepada individunya masing-masing.


Kembali ke cerita hari ini, selepas kuliah aku menuju kantin untuk sarapan. Rasa kantuk yang teramat sangat mungkin juga bisa dihilangkan dengan secangkir kopi, pikirku. Sepiring kecil salad sayur,  sop miso dan tahu menjadi menu sarapan kali ini. Tidak lupa aku ke vending machine di sudut kantin untuk membeli sekotak kopi susu dingin yang tampak sangat menggoda. Segera kuteguk kopi yang manis dan nikmat lalu mulai menghabiskan makananku sambil sesekali melirik facebook dan email di hpku. Saat itu aku baru tersadar jika aku lupa membaca ingredient minuman itu. Memang mustahil bisa membacanya sebelum membeli karena minuman ini kubeli dari vending machine secara otomatis, bukan seperti saat akan membeli minuman di supermarket di mana kita bisa membolak-balik kotaknya dan membaca ingredientnya dengan seksama sebelum membeli.
"Astagfirullah.." Ternyata ada unsur emulsifiernya.. Waduh.. Gimana dong, pikirku. Haruskah aku menghabiskan saja minuman ini dengan alasan mubazir? Ataukah harus kubuang begitu saja? Atau, aku bisa menghubungi call centre minuman ini seperti yang biasa dilakukan ibu Seriyawati? Hmm.. Memang sudah berkali-kali teman-teman di sini memintaku untuk melakukan hal itu setiap kali kami berbelanja dan menemukan produk yang tidak jelas halal atau haramnya. Hanya saja rasa segan membuatku selalu menolak permintaan mereka. Akhirnya kali ini kuberanikan diri untuk menelpon demi sekotak kopi Blend merek Kagome.

"Moshi-moshi, ada yang bisa kami bantu?"
"Anu, saya ingin menanyakan ingredient kopi Blend 365 Kagome. Emulsifiernya terbuat dari apa ya? Nabati atau hewani?"
"Mohon tunggu sebentar". Suara telepon yang di-hold terdengar. Tidak berapa lama, operator telpon kembali berbicara,
"Untuk kopi itu kami memakai emulsifer nabati. &#@%$ (aku lupa apa namanya)", katanya. Yes!
"Baik, terima kasih banyak"..

Ya ampun, ternyata semudah itu toh mengkonfirmasi ingredient suatu produk. Ini cerminan betapa pelayanan publik telah menjadi hal yang utama di negara ini. Setiap konsumen berhak untuk mendapatkan informasi sejelas-jelasnya tentang suatu produk dengan membaca yang tertera di kemasan. Jika masih belum puas, informasi lebih detail dapat diperoleh di call center bebas pulsa yang disediakan oleh perusahaan dan nomor telponnya tertera di setiap kemasan produk. Dijamin operator akan memberikan penjelasan yang rinci dan terbuka.

Ah, sepertinya berikutnya aku sudah tidak canggung lagi untuk menelpon seperti ini. Dengan begini, akan semakin banyak pilihan makanan yang bisa dikonsumsi tanpa harus merasa was-was karena ketidakjelasan bahan-bahannya. Ini semua berkah keberanian dari sebuah kopi blend merek Kagome :).


~ Selesai ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar