Selasa, 07 Juni 2011

Tantangan Baru

"Mau pakai pos kilat atau biasa?" tanya petugas pos padaku.
"Kalau pos biasa berapa? Sampainya kapan?" jawabku dengan bimbang. Surat itu harus tiba  paling lambat besok siang.
Petugas itu lalu mengetik sesuatu di komputer lalu menjawab, "Biayanya 80yen dan tiba besok sore di Hiroshima".
"Pos kilat saja kalau begitu".

Ada rasa lega yang sukar diungkapkan dengan kata-kata ketika amplop putih itu kuberikan kepada petugas pos. Ahh.. Syukurlah..
Aku berniat mencari kerja sambilan
di sini untuk mengisi waktuku yang cukup lowong. Selain itu alasan ekonomi juga membuatku semakin bersemangat untuk bekerja. Bukan berarti beasiswa yang kuterima tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Justru aku menerima uang yang lebih besar dibanding sebagian teman yang lain yang sekolah di sini. Hanya saja, keinginan untuk membeli sesuatu ataupun jalan-jalan ke kota lain yang tentu saja membutuhkan dana yang cukup besar, membuatku mulai berpikir tentang kerja sambilan.

Untuk bekerja tentunya bukan hanya niat tetapi harus dengan usaha mencari lowongan yang sesuai. Suami temanku yang bekerja di sebuah perusahaan pembuat bekal makan siang pernah memberitahu bahwa dia melihat lowongan pekerjaan di sebuah restoran kecil. Entahlah, aku merasa agak kuatir bekerja di restoran kecil. Bisa kubayangkan harus membersihkan atau mengupas kentang atau mencuci piring di tempat yang sempit dan pengap diiringi omelan pemilik restoran yang merasa tidak puas dengan pekerjaanku. Ahh, berbagai bayangan buruk hinggap di pikiranku.

Aku lalu menghubungi seorang kenalan yang sebenarnya aku harapkan bisa mengenalkanku pada toko atau kantor yang membutuhkan pekerja. Hanya saja, seperti yang telah kuduga sebelumnya, dia menolak dengan alasan dia tidak berani memberikan rekomendasi buat seorang mahasiswa asing. Aku tahu benar alasannya. Di sini, kepercayaan adalah hal yang utama dan pertemanan kami yang terbilang singkat pasti dianggapnya belum cukup untuk sebuah rekomendasi. Dia akhirnya memberitahuku di mana harus menanyakan hal seperti itu di kampus.

Di kantor yang ditunjukkan oleh temanku itu, aku diberi kertas yang berisikan step step bagi mahasiswa untuk mencari pekerjaan sambilan. Petugasnya sendiri agak ragu apakah cara itu bisa dipakai oleh mahasiswa asing atau tidak. Aku kembali diarahkan untuk bertanya ke kantor hubungan internasional kampus untuk keterangan lebih lanjut.

Di kantor berikutnya aku tidak mendapatkan informasi apapun. Katanya, informasi mengenai pekerjaan tidak tersedia di sana. Aku hanya diberikan formulir yang harus diisi jika telah mendapatkan pekerjaan sambilan. Hahh. Semakin bingung jadinya. Niatku untuk bekerja yang tadinya begitu besar, sepertinya nyaris menguap sama sekali. Namun, ketika mengingat rasa bosan yang aku rasakan jika harus mengisi waktu luang yang banyak di perpustakaan dan keinginan untuk mendapatkan penghasilan tambahan, aku kembali bersemangat.

Kucoba menghubungi pihak kantor pusat urusan internasional kota Cinta yang beberapa minggu sebelumnya memberiku kesempatan untuk mengikuti kegiatan Kunjungan Sekolah ke sebuah SD. Aku tuliskan di emailku bahwa aku bersedia mengisi kelas bahasa Indonesia (jika ada) dan juga kunjungan sekolah seperti sebelumnya. Tidak berapa lama mereka membalas bahwa untuk sementara tidak ada kelas bahasa Indonesia di tempat mereka dan kunjungan ke sekolah untuk bulan ini juga tidak ada. Tapi mereka berjanji akan menghubungiku lagi.
Hmm.. Artinya bulan ini tidak ada lowongan di sana.

Aku teringat kertas yang diberikan oleh petugas kampus. Mungkin tidak ada salahnya jika aku mencoba mendaftar mengikuti step step yang tertera di kertas. Di komputer perpustakaan aku mulai mendaftar di sebuah situs online pekerjaan sambilan untuk mahasiswa yang dikelola oleh 3-4 universitas di kota ini. Aku baru tahu soal ini. Sebuah sistem yang tampak sederhana tetapi sangat praktis dan memudahkan bagi mahasiwa Jepang maupun asing yang kebanyakan tinggal terpisah dari orang tua dan hidup mandiri dengan menghidupi diri sendiri dan membayar sekolahnya dari hasil bekerja sambilan. Faktor keamanan  mengenai informasi pribadi maupun kondisi perusahaan yang membutuhkan pekerja juga menjadi hal positif yang aku rasakan.

Setelah itu aku mulai mencari pekerjaan yang kira-kira cocok dengan waktu luang dan kemampuan bahasa Jepangku. Aku sering melihat sekumpulan mahasiswa yang memakai rompi hijau bergerombol mencabuti rumput di halaman kampus. Ternyata, pekerjaan seperti itupun diinformasikan melalui situs ini. Sayangnya, untuk saat ini tidak ada pekerjaan seperti itu ataupun pekerjaan lain yang cocok denganku. Kebanyakan adalah pekerjaan untuk waktu yang panjang dan membutuhkan keterampilan kerja dan bahasa Jepang yang bagus. Misalnya, ada lowongan untuk menjadi kasir sekaligus membersihkan di mini market, ada juga jangka waktu pendek tetapi harus melayani konsumen di beberapa even olahraga maupun pameran. Sepertinya itu mustahil untukku. Bukan hanya persoalan bahasa dan keterampilan, tetapi juga masalah jilbab. Di kota ini sebenarnya telah banyak mahasiswa asing berjilbab dari Indonesia, Malaysia, maupun Mesir. Namun entah mengapa, aku merasa masyarakat sekitar belum begitu terbiasa dengan kehadiran kami. Tidak ada perlakuan kasar atau bagaimana, hanya sekadar pandangan menyelidik yang kadang secara terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi. Makanya aku sangat pesimis akan bisa diterima bekerja untuk pekerjaan seperti itu.

Kemarin, hari Senin, aku kembali mengecek situs itu. Sepanjang akhir minggu tidak ada info baru sehingga aku berharap banyak di hari itu. Ada penambahan 4 pekerjaan dan salah satunya menarik minatku. Pekerjaannya cuma satu hari di hari Jumat minggu ini dari jam 10 pagi hingga jam 4 sore. Lokasinya agak jauh dari sini, sekitar satu jam dengan kereta, namun katanya ongkos kereta akan diganti nanti. Di sebuah SMA akan diadakan pertemuan oleh pihak sekolah dan dibutuhkan tenaga untuk membantu mengangkat-angkat barang dan berinteraksi dengan guru (entah interaksi seperti apa). Yang jadi pertanyaanku adalah jika memang menyangkut pekerjaan kasar, mengapa diwajibkan memakai jas lengkap. Entahlah. Di situ juga tertera nomor telpon yang harus dihubungi dan nama penanggung jawabnya.

Ada rasa segan dan malu untuk menelpon. Ada rasa kuatir juga jika harus berbicara via telpon dengan orang Jepang yang berbicara cepat dan tidak jelas seperti kebanyakan bapak-bapak di sini. Cukup lama aku bimbang. Telpon, tidak. Telpon, tidak. Telpon, tidak. Sengaja kupilih duduk di kursi kayu taman di depan perpustakaan agar aku merasa sedikit nyaman dan tidak perlu kuatir suaraku akan mengusik orang-orang di sekitarku. Kusiapkan juga buku catatan dan pulpen untuk mencatat semua hal sesuai petunjuk di situs.

Bismillah. Akhirnya kuputuskan untuk menelpon. Yang mengangkat telpon adalah seorang pria yang berbicara cukup pelan, jelas dan santun. Syukurlah. Dia memberikan beberapa petunjuk tentang alamat di mana aku harus mengirimkan CVku.

Step awal terlewati. Selanjutnya aku menuju perpustakaan untuk mengetik CV yang diminta. Aku sengaja melampirkan pas fotoku agar mereka tahu bahwa aku berjilbab. Butuh waktu cukup lama pula untuk menyelesaikan selembar CV. Banyak hal yang harus kupertimbangkan. Misalnya hal-hal apa saja yang sebaiknya kucantumkan agar bisa diterima. Ini tentunya harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang diminta. Makanya aku masukkan pekerjaan sebagai pengajar dan juga level bahasa Jepangku karena lowongan kali ini untuk sekolah. Tidak lupa kumasukkan pengalaman kunjungan sekolah beberapa waktu sebelumnya.

Akhirnya selesai dan langsung kuprint berwarna agar fotonya tampak cukup jelas. Rasa ragu kembali melanda tadi malam. Bukan cuma masalah akan diterima atau tidak. Ini juga masalah gengsi, rasa malu dan segan yang masih ada di diriku. Terus terang sebelumnya aku belum pernah bekerja seperti ini... Bagaimana jika aku benar-benar harus melakukan pekerjaan kasar, bagaimana jika aku menerima makian dan hinaan seperti cerita kebanyakan kenalan yang pernah bekerja di restoran atau pabrik bagaimana jika ternyata aku tidak mampu menyelesaikannya, dan berbagai kekuatiran lain yang sukar kuenyahkan dari pikiranku. Lembar CV yang telah kubuat sepertinya hanya akan sia-sia.. Jika ini lowongan untuk mengajar bahasa Indonesia, tentu aku akan langsung mendaftar tanpa perlu berpikir panjang seperti ini.

Sungguh suatu keputusan yang sulit ketika akhirnya sore ini aku mengayuh sepedaku di tengah hujan rintik-rintik menuju kantor pos. Rasa gengsi dan takut berhasil kujauhkan dari pikiranku. Buatku sekarang, yang penting aku telah berusaha mengirimkan CV ini. Ini berarti satu ujian kembali berhasil kulalui. Masalah apakah nanti akan diterima atau tidak, aku tidak peduli. Aku yakin masih banyak lowongan lain lagi yang bisa kucoba. Toh aku telah memprint banyak CV yang siap kukirimkan ke kantor-kantor atau toko-toko lain yang membutuhkan pekerja :D.

Itulah sebabnya mengapa aku merasa begitu lega ketika petugas pos mengambil amplop putih itu dari tanganku. Itu pertanda kemenangan bagiku. Kemenangan sementara yang semoga menjadi awal dari hal-hal indah berikutnya. Kukayuh sepedaku dengan riang pulang menuju asrama.

~selesai~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar