Senin, 20 September 2010

Katanya, "Semakin tinggi pendidikan, semakin simple bahasa yang digunakan". Oya?

10 menit berlalu. Akhirnya 30 menit berlalu. Kertas catatan yang telah kusiapkan masih nyaris bersih. Hanya ada tulisan "Senin" (Aku lupa tanggal berapa hari ini. Hm..) dan "Kuliah Sejarah Jepang" yang menghiasinya. Padahal, sejak 30 menit yang lalu Pak K sudah ngobrol panjang lebar. Sesekali kulirik teman di kiri-kanan dan belakang. Yah, hanya untuk memastikan apakah cuma Aku saja yang bingung kayak gini. Periodisasi sejarah Jepang hingga zaman Edo yang sudah sedikit aku hapalkan sepertinya sia-sia saja. Bukan Aku yang kerajinan atau apa, Aku hanya menuruti lembar silabus yang telah diberikan untuk mata kuliah ini. Tertulis jelas bahwa
pada pertemuan ketiga (hari ini. Dua pertemuan sebelumnya Aku bolos kuliah) seharusnya materi telah masuk ke zaman Kamakura hingga zaman Edo. Di balik buku sejarah yang baru Aku pinjam minggu lalu juga telah Aku siapkan selembar tugas yang Aku selesaikan tadi malam. Itu juga tertulis di silabus lho. Katanya, pada pertemuan ketiga tugas review harus dikumpulkan. Aku tidak tahu tugasnya harus seperti apa. Aku hanya mencoba mengerjakan seadanya sebagai antisipasi kalau-kalau benar harus dikumpulkan. Yang penting ngumpulin tho? Sesuai pengalamanku sebagai dosen, tugas sejelek apapun pasti tetap akan ada nilainya.
Aku coba berkonsentrasi menyimak pembicaraan sang dosen. Mungkin karena ini pertemuan pertama dengan beliau, Aku masih belum terbiasa dengan gaya bicaranya yang disertai sedikit dialek. Yang pasti Aku yakin kalau dalam pembicaraannya tidak ada periodisasi seperti yang tertulis di silabus.
Sebelum bertemu langsung, Aku telah sedikit mengenalnya melalui buku sejarah yang diterjemahkannya. Buku itu bahasanya agak sedikit rumit, namun selama ini selalu berusaha kupahami jalan ceritanya. Tidak bisa disalahkan juga, namanya juga buku sejarah. Terus terang masih jarang buku sejarah yang Aku baca dan mampu membuatku tersihir untuk terus mengikuti jalan ceritanya hingga akhir. Sejarah jika dipaparkan dengan gamblang dan apa adanya menurutku memang seperti itu jadinya. Makanya Aku kagum dengan Yoshikawa Eiji dengan novelnya Taiko. Novel ini menceritakan sejarah hidup 3 tokoh yang berhasil mempersatukan Jepang. Gaya bahasanya yang sederhana, indah, dan terasa hidup saat dibaca menjadi salah satu alasannya. Tentu saja untuk menghasilkan sejarah dalam novel seperti ini akan membutuhkan banyak unsur fiksi sehingga mungkin itu yang membuat novel ini di negaranya sendiri katanya menuai banyak kontroversi. Inilah alasan mengapa Aku lebih memilih sastra daripada sejarah.
Kembali ke topik awal, ya, Aku ingat buku sejarah terjemahan itu begitu melihat nama dosen itu di lembar silabus. Wow, pikirku. Beruntung sekali jika bisa menimba ilmu dari seorang prof di bidang sejarah. Orang seperti ini masih sangat langka di Indonesia. Lucky!
Pemahamanku tentang 'kuliah s2' sepertinya kurang tepat. Yang ada dalam pikiranku adalah kuliah itu proses belajar-mengajar, mahasiswa belajar pada dosen yang mengajar. Aku baru sadar kembali posisiku saat ini adalah sebagai mahasiswa s2, yang katanya harus lebih mandiri, belajar sendiri, mencari materi sendiri. Aha.
Setelah susah payah menyimak, akhirnya Aku mulai menemukan benang merah pembicaraan dengan tujuan perkuliahan. Ternyata saat ini pak dosen sedang membicarakan tentang kebudayaan dan peradaban, meskipun tidak begitu spesifik dan kadang tiba-tiba beralih ke topik lain. Ada beberapa hal yang sempat Aku tangkap:
Bahwa kebudayaan adalah sistem nilai sedangkan peradaban adalah sistem alat. Kebudayaan lahir lebih awal ketimbang peradaban.
Bahwa sistem dalam perusahaan LAir menomorsatukan marketing dan menomorakhirkan operasional. Pilot hanya dianggap sebagai bagian dan operasional sehingga tidak mendapatkan prioritas termasuk dalam hal kesejahteraan. LAir banyak mempekerjakan pilot asing meskipun harus membayar mahal dengan alasan: Masyarakat Indonesia masih memandang orang asing lebih keren dan hebat dibanding orang Indonesia sendiri, dan, pilot asing merupakan karyawan kontrak yang dapat diberhentikan kapan saja dan tidak ada uang pensiun. Berbeda dengan pilot dalam negeri yang setelah bekerja selama beberapa tahun (Aku lupa persisnya), harus dijadikan sebagai karyawan tetap yang tentu membutuhkan kesejahteraan yang lebih baik dan uang pensiun.
Bahwa JAL, perusahaan penerbangan milik pemerintah Jepang mengalami kebangkrutan karena menomorsatukan operasional, termasuk di dalamnya pilot Berbeda dengan LAir maupun penerbangan-penerbangan yang ada dalam negeri, pilot-pilot JAL diperlakukan secara spesial termasuk dengan jam kerja yang terbatas dan gaji yang tinggi. Mengapa? Karena mereka percaya bahwa pilot adalah unsur terpenting dalam sebuah penerbangan. Bukan hanya gaji, pilot-pilot tersebut juga mendapatkan uang pensiun yang besar, mencapai 60x gaji bulanan mereka. Saat terjadi krisis, pilot-pilot di JAL secara bersama-sama meminta pensiun sehingga keuangan perusahaan tidak mampu menutupinya.
 Bahwa dari banyak buku sejarah yang telah Beliau tulis, secara sekilas mampu dibedakan mana buku yang ditulis saat s1, s2 hingga prof. Katanya "Semakin tinggi pendidikan, semakin simple bahasa yang digunakan".
Aku setuju dengan hal ini. Biasanya kita percaya bahwa semakin banyak istilah-istilah rumit yang dipakai maka akan semakin tampak hebat lah hasil karya kita. Namun, seiring dengan bertambahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan maka kita akan merasa bahwa tidak perlu lagi kita mencari pengakuan melalui cara seperti itu. Kita akan menulis secara gamblang, tidak bertele-tele, dan justru menghindari penggunaan kata-kata sulit untuk menghindari salah paham dari pembaca.

-Selesai-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar